my dance with syta

...because the earth is moving, the world is turning upside down and dance will be last forever...

Wednesday, March 26, 2008

Masak-masakan, yuk!

Waktu saya berumur 5-6 tahun, salah satu permainan favorit saya adalah masak-masakan. Ga tau deh masih populer apa ga sekarang. Tapi dulu tuh, rasanya puasss banget kalau bisa mendapatkan satu set peralatan masak mewah berwarna-warni ukuran mini. Better than Barbie's house, really!

Saya bisa masak apa saja dengan peralatan itu. BBQ biji jagung, stir fried daun di pagar pembatas tetangga, sup bunga mahkota, you name it! Apapun yang ada di halaman rumah (dan beberapa hasil curian dari kulkas mama saya), bisa saya olah jadi makanan! Saya tak bilang makanan itu edible, tapi saya sebagai kokinya merasa wajib untuk, paling engga, menghabiskan setengahnya. Seajaib apapun rasanya! Untunglah perut saya lumayan kuat untuk hal-hal ini.

Kadang-kadang, bila saatnya tiba, hasrat saya untuk memasak dapat dikategorikan 'tidak manusiawi'. Melihat salah seorang pembantu di rumah yang doyan banget makan nasi panas pakai sambal ulek (she mixed it, jadi nasi panas merah pedas mengebul, katanya mengingatkan makanan sehari-hari dia di kampung halamannya), saya sempat terobsesi bikin sambal ulek segelas penuh (tentunya dengan resep pribadi saya yang tak patut dipertanggungjawabkan) dan saya minta si mbak pembantu untuk menghabiskannya. Entah karena status saya saat itu anak majikannya atau dia memang SANGAT kangen dengan makanan tradisionalnya, kata si mbak sambal buatan saya enak :).

Permainan masak-masakan saya berlanjut hingga zaman perkuliahan. Saya yang sejak kecil 'diharamkan' untuk jajan di luar, bahkan sempat punya microwave, lemari pendingin dan kompor gas kecil yang saya jejalkan di kamar kost saya yang sempit. Sekali lagi, bukan karena saya bisa masak masakan yang enak, tapi karena saya suka aja main masak-masakan (Dan dengan jujur, saya tetap lebih sering end up di Warung Padang dan Pecel Lele depan kampus serta mencegat Gorengan dan Cireng yang lewat di depan kost-kostan).

Tapi disini, di kota ini, permainan masak-masakan sudah tak lucu lagi. Sudah saatnya masak sesuatu yang serius, karena sampai kaki ini lelah melangkah, masakan Indonesia tak kunjung terlihat. Maka mulailah saya, dengan SERIUS, menanyakan resep-resep masakan ke teman-teman dan keluarga saya. Kadang-kadang belajar secara online lewat situs-situs masak favorit. Tapi pada akhirnya saya malah sering terlongong bingung, karena bumbu-bumbu yang ada tak sepenuhnya bisa saya temukan disini (seperti kluwek, daun salam, daun kunyit...halah!), dan satu lagi... ukuran! Sebal rasanya menemukan berbagai ukuran dalam gram, ons, liter, dll... I just sooo useless to deal with them.

Maka kemarin, ketika dengan penuh harapan saya meminta resep rendang rahasia keluarga dari Ms. F, saya sungguh memohon tidak diberikan takaran berdasarkan ukuran gram.

"Jadi mo pake ukuran apa?" tanya Ms. F.

"Terserah loe, deh. Mo pake sdt, sdm, sejumput, munjung ke kiri, munjung ke kanan..."

Memang benar kata orang, pada saatnya niat
baik dan keseriusan muncul, seringnya berbagai cobaan datang. Sigh.....

Labels: , ,

Friday, August 10, 2007

Burn Fat, Get Shape

Tadi malam, pada saat tengah berlayar menuju negeri mimpi, sayup-sayup saya mendengar teman saya memanggil-manggil nama saya dari ruangan depan.

“Can you feel it?”

Saya membuka mata separuh. Rasanya tubuh ini lelah sekali, sesorean saya telah melakukan… entahlah, sekitar 20 lap berenang gaya bebas yang katanya berguna untuk membentuk punggung (Saya punya alasan sangat bagus untuk memiliki punggung yang indah. Tapi kali ini bukan momen yang tepat untuk menceritakannya).

“Yes… I can feel it.” Feel what?

Masih setengah ‘hidup’, saya merasakan tempat tidur saya bergoyang-goyang. Sesaat saya berdebar, efek film horror Korea brengsek, Shutter, yang sempat saya tonton sekitar 3 minggu yang lalu (basi, ga sich?).

“O’o… It’s an earthquake! Let’s move! Move!” Teman saya menerjang masuk. Saya langsung 90 persen siaga satu. Sialan, gempa tengah malam!

Buru2 saya kenakan t-shirt, celana panjang dan jaket pendek saya, yang sebenarnya sudah teronggok dari kemarin di section ‘dirty laundry’. Goddamit, no underwear!

“Cepat! Cepat! Cepat!” teman saya sama sekali tidak membantu, malah semakin membuat panik. Kami bertabrakan di gang sempit, saya hampir jatuh terjengkang, benar-benar rusuh. Untunglah tas yang memuat barang-barang saya masih tergeletak lengkap dengan isi-isinya yang penting (paper face, lip balm, dompet, access card, jepit rambut, hehe…), dengan sekali sambar, tibalah saya di ruangan depan, bergetar tolol sambil mendengar suara cracking yang entah-datang-dari-mana-tapi-menakutkan-sekali.

“Go! Go! Go!” ia berteriak lagi, tiba-tiba berubah status menjadi komandan pasukan SWAT. Saya bergegas menuju pintu darurat, diekori dirinya. Sesampainya di tangga itu, puluhan manusia menyambut kami. Seperti aliran lava, kami berlari menyusuri tangga yang seakan tiada akhir (pemandangan indah dari lantai atas unit apartemen ternyata harus ditebus dengan kesengsaraan ini *sigh*). Injakan pada kaki, sikutan pada rusuk, dampratan, wah… terowongan Wina punya saingan baru!

Dengan kaki yang terasa hampir copot dan kepala berdenyut-denyut, saya dan teman saya berhasil mencapai jalan raya, dimana orang-orang telah berkumpul. Berbagai bahasa dan warna kulit bagai menggaung dari segala penjuru. Orang-orang berlalu lalang, saling berpelukan sambil menatap menara-menara apartemen. Saya, sebagai pengamat mode sejati, sempat-sempatnya memperhatikan dandanan mereka (saya memang tak berguna…). Ada yang memakai piyama, ada yang berdandan clubbing, ada segerombolan cowok bercelana pendek-bertelanjang dada (sebenarnya habis ngapain sih mereka?), ada sandal kamar dipadukan dengan jaket penahan dingin, ada daster-daster dengan sepatu sandal a la komunitas mall. Wah, pokoknya fashion police akan bersorak riang gembira bila ia ada di tengah-tengah situasi ini (Sudah saya bilang, saya tak berguna… Hiks!). And boyz… Untuk dijadikan referensi, puluhan cewek berseleweran tanpa bra… Good to know it, eh? Heheh…

Setelah sempat baca-baca koran gratis dan minum sebotol Equil di sebuah coffeeshop di bilangan Sarinah, drama ini pun berakhir pada pukul empat dini hari, menghasilkan pembakaran lemak sempurna serta sepasang betis kencang yang jenjang.

Labels: , ,

Friday, July 27, 2007

6 AM in the morning...

Bila tiba saatnya sisi lincah saya keluar, saya akan turun ke taman umum di komplek apartemen saya pada pukul 6 pagi. Berlari-lari penuh semangat untuk membakar ratusan carbo yang terpendam dari sisa-sisa makanan semalam, atau membenamkan tubuh dalam-dalam ke dasar kolam renang yang airnya sedingin es.

Jogging track dan kolam renang itu tak pernah sepi. Ada beberapa pengunjung tetap yang kerap saya temui berkeliaran pada jam yang sama, dengan kadar kelincahan dan aktivitas yang berbeda. Seperti;

Ibu-ibu dan seorang bapak India yang sibuk beryoga dengan anggunnya. Berdiri diam, mata terpejam, sari melambai-lambai... (beneran pakai sari!), tidak bergerak... Bahkan setelah saya berlari, mengitari tiga kolam renang dan satu lapangan futsal, mereka tetap berada pada posisi yang sama. Benar-benar mengagumkan!!!


Cewek bule berambut keriting. Yang kalo berenang pakai gaya 'anjing' agar rambutnya tak basah kena air kolam renang dan antingan bunder gede yang entah kenapa dibiarkan menggantung sempurna seperti mau ke acara prom night. Yang ini juga mengagumkan! Mungkin otot-otot tangan dan kakinya akan berkembang sempurna seperti Paris Hilton, tapi otot lehernya? Hmmm, patut dipertanyakan!

Segerombolan ABG berbusana hip hop sangat gaya, menguasai salah satu pojok koridor dan berlatih breakdance dengan penuh semangat. Lihatlah tubuh mereka yang luwes terpatah-patah seperti Anissa Bahar kepanasan. Luar biasa!! Tak mengherankan bila tarian ini sempat dilarang pemerintah orde baru untuk beredar di Indonesia.

Seorang Ibu yang sibuk ber-taichi di tengah-tengah lapangan basket yang kosong.

And the last but not least, bayi-bayi lucu yang berjalan beriringan dalam kereta mereka. Ada bayi Jawa, bayi Arab, bayi Bule dan bayi Cina. Difersiti yang unik dan membanggakan. Satu persamaan dari para bayi itu yang dapat saya lihat dengan jelas; kereta-kereta mereka didorong bergerombol oleh para pengasuh asal Jember, sambil saling meng-update infotainment subuh hari itu.

Labels: ,

Wednesday, June 13, 2007

Tips Menurunkan Berat Badan

Akhir-akhir ini saya (sudah) sibuk (lagi). Dan kesibukan saya ini bikin berat badan saya turun 2 kilo! Mau tau resepnya?

  1. Bangun pagi-pagi sekali, karena harus menyongsong Mas Taksi yang entah kenapa selalu datang 30 menit lebih awal.
  2. Sibuk nyari-nyari baju kerja yang PANTAS dan PROPER, biar tak ada lagi manusia yang mengira kamu mau pergi berolahraga atau berpiknik. (Ada apa ya sama gw?)
  3. Terjebak dalam dilemma, mo lewat tol apa engga. Kalau lewat tol seringnya jalan biasa lancer, kalau pilih jalan biasa tolnya yang lancer. Saya emang ga hoki banget dengan hal ini.
  4. Duduk di bangku kerja yang sudah ada di ruangan sejak jaman leluhur. Keras, sakit dan berdecit-decit memalukan setiap kali kamu bergerak.
  5. Ngantri kalau mau pakai telepon, computer dan mesin fax. (Tahukan kamu bahwa penggunaan laptop, untuk sebagian perusahaan, adalah kayaknya dilarang?)
  6. Kebagian posisi duduk berdekatan dengan ratu jutek yang dia-pikir-dia-segalanya.
  7. Sering minum biar bisa bolak-balik ke toilet supaya kesannya sibuk.
  8. Merasa merana karena tak bisa mengecek e-mail, tak boleh ada IM dan tak ada musik yang happening.
  9. Baca-baca majalaaaaahhhh seharian sampai saatnya pulang.
  10. Terjebak macet satu setengah jam, sampai akhirnya BT dan kehilangan gairah makan malam.

Ps: Sebagian dari tips di atas adalah BENAR dan sebagian lagi telah diHIPERBOLA.

Labels: , ,

Tuesday, May 15, 2007

Perut Karet

Sedari saya kecil, saya selalu memakan segala makanan yang ‘mampir’ ke piring saya dengan tandas, tanpa ada sebutir nasi pun tersisa. Ini suatu dampak didikan oleh papa yang berulang kali mengingatkan akan langkanya makanan pada zaman perang dulu, sehingga merupakan hal yang penting untuk menghargai berbagai makanan yang dengan gampangnya dapat kita peroleh saat ini.

Ketika menginjak masa perkuliahan, kebiasaan itu semakin menjadi karena seorang teman, Ms. A, menyebut-nyebut tentang ‘nasi keberuntungan’. Menurut Ms. A, mungkin saja sebutir nasi yang kau tinggalkan di piringmu adalah butiran yang sebenarnya akan membuat kau kaya raya di masa depan, membuatmu lulus ujian, menghadirkanmu pangeran impian, dll, dll, tapi kau kehilangan keberuntungan itu hanya karena meninggalkannya teronggok di piring.

Teman-teman kost yang sangat tahu tabiat saya yang makan-sampai-tandas-tak-tersisa itu pun dengan senang hati memanfaatkan situasi ini. Seringkali bilamana kami makan bersama, jatah nasi satu bungkus saya menjadi dua bungkus, karena pada saat saya meleng, sedikit demi sedikit mereka ‘mengoper’ nasi dari piring mereka ke piring saya. Kejadian yang memalukan, karena saya tak pernah menyadarinya sampai berbulan-bulan, dimana teman-teman kost saya tetap ramping mempesona sementara saya tetap membuncit. Hiiii…

Satu pertanyaan yang sampai saat ini terus menggantung; mengapa pula perut saya begitu gampang menyesuaikan diri dengan makanan yang masuk? Tidak peduli sebanyak apa pun itu, selalu dapat ‘disempilkan’ diantara ruang-ruangnya? Luar biasa, memang! Ada yang bisa menjawab?

Labels:

Wednesday, May 09, 2007

Cookie Monster

Akhir-akhir ini, entah kenapa, saya begitu sering tergoda dengan yang namanya Choco Chip Cookies.

Entah yang saya beli dalam bentuk kemasan seperti Chips Ahoy atau Good Time, sampai yang kepingan super gede seperti di Coffee Bean atau Starbucks.

Hmmm… Demikian besar godaannya hingga saya gagal terus berdiet. Hiks!

Labels:

Tuesday, April 17, 2007

Semur Jengkol Tengah Malam

Norak, kampungan, malu-maluin. Watever. Tapi memang benar bahwa salah satu hal yang saya idam-idamkan akan dapat saya lakukan suatu saat nanti adalah makan jengkol. And I made it.

Teman saya yang cantik, Ms. K, ternyata diam-diam sering menikmati aneka masakan berbahan dasar buah ini (bilamana bisa disebut sebagai buah). Agak mengherankan memang, mengingat teman yang satu ini terbilang sangat ‘sophisticated’, ‘classy’ dan ‘choosy’ terhadap segala hal yang menyangkut lifestyle-nya. Yeah, you’re rite… Don’t judge a book by it’s cover!

Dan terjadilah.

Beberapa hari yang lalu, saya ‘terdampar’ di apartemen Ms. K, dengan beberapa teman lain. Rencana semula hendak berakaraoke di Happy Puppies batal karena satu dan lain hal. Saya yang sebelumnya telah menempuh perjalanan sekitar 45 menit menuju apartemennya, pakai acara nyasar pula (seperti biasanya), tentunya bete karena tiba-tiba harus mengalami yang namanya ‘pembatalan rencana tanpa pemberitahuan’. Bagaimanapun, saya sudah berencana untuk nyemil beberapa makanan lezat yang tersedia di Dharmawangsa Square.

Melihat wajah saya yang keruh, Ms. K yang mengetahui obsesi saya akan jengkol (dan sepertinya menjadi obsesi dia juga malam itu), berbaik hati menawarkan diri untuk mengantarkan saya ke tempat-jualan-semur-jengkol-paling-enak-di-dunia. Yah, pengalaman pertama memang idealnya yang terbaik, bukan?

Jam 12 malam lebih sedikit, kami berangkat ke tempat itu (Katanya tempat itu memang baru bukan jam setengah 12 malam). Setelah sempat nyasar dan bertanya pada hansip yang tengah berpatroli dengan sepedanya, “Pak, dimana ya tempat makan yang jual semur jengkol itu?” (Ms. K yang bertanya, dari balik kemudi CRV-nya. Unbelieveble, memang!). “Ogh, warung Bu Sum? Salah belok, Mbak. Puter balik dulu, terus belok kiri pertama.” Hmm, tempat makan itu well known juga, rupanya.

Maka atas pengarahan Pak Hansip, sampailah kami ke tempat tujuan. Sebuah warung kecil di pinggiran jalan daerah Pasar Baru yang, sungguh mengejutkan, ramai akan mobil yang berderet-deret dan customer yang duduk berlimpah pada kursi-kursi plastik yang disediakan di kanan-kiri warung.

Setelah memarkirkan mobil, Ms. K bersama Ms. A dan saya (yang penasaran), mulai mengambil antrian untuk dilayani oleh 4 orang Mbak-Mbak Jawa yang sibuk berteriak-teriak menanggapi pesanan pelanggan. Suasananya seru memang.

Ms. K mulai memesan ini dan itu untuk di take away. Sampai terakhir dia berkata, “Oh ya, minta bungkus semurnya sekalian ya, Mbak.”

Si Mbak mengambil plastic kiloan, dan berdiri di antara panci-panci semur yang berjejer, “Semur apa nih? Semur telor, semur daging…?” iya bertanya tangkas dengan lantang.

Ms. K tersenyum malu dan berbisik penuh misteri, “Jengkol, Mbak.”

“Semur yang mana, Mbak?” ulang si Mbak tambah lantang, berusaha mengimbangi keriuhan suara customernya.

“Semur jengkolnya,” jawab Ms. K, masih lirih. Ms. A, teman saya yang lain, spontan tertawa ngakak. Dan si Mbak langsung ngeh.

“Ogggh.. Semur Jengkol, ya Mbak? Ya ela, ga usah malu-malu gitu donk Mbak. SEMUR JENGKOL, gitu. Kencengan dikit ngomongnya, ga papa koq.” Super lantang, for real. Dan semua kepala pun menoleh, tawa cekikikan pun mulai terdengar sayup-sayup. Waduh, si Mbak ini orang Jawa apa Betawi, sih? Cablak banget.

“Mau berapa, Mbak? Sepuluh?” tantang si Mbak lagi.

“Lima belas, Mbak.” Jawab Ms. K anteng. Dia memang hebat!

Setelah puas tertawa karena kejadian itu, akhirnya saya menikmati jengkol pertama saya, bersama teman-teman yang hebat dan tak kenal malu! Yeah, thats a cool life! ;)

Labels: ,