Perut Karet
Ketika menginjak masa perkuliahan, kebiasaan itu semakin menjadi karena seorang teman, Ms. A, menyebut-nyebut tentang ‘nasi keberuntungan’. Menurut Ms. A, mungkin saja sebutir nasi yang kau tinggalkan di piringmu adalah butiran yang sebenarnya akan membuat kau kaya raya di masa depan, membuatmu lulus ujian, menghadirkanmu pangeran impian, dll, dll, tapi kau kehilangan keberuntungan itu hanya karena meninggalkannya teronggok di piring.
Teman-teman kost yang sangat tahu tabiat saya yang makan-sampai-tandas-tak-tersisa itu pun dengan senang hati memanfaatkan situasi ini. Seringkali bilamana kami makan bersama, jatah nasi satu bungkus saya menjadi dua bungkus, karena pada saat saya meleng, sedikit demi sedikit mereka ‘mengoper’ nasi dari piring mereka ke piring saya. Kejadian yang memalukan, karena saya tak pernah menyadarinya sampai berbulan-bulan, dimana teman-teman kost saya tetap ramping mempesona sementara saya tetap membuncit. Hiiii…
Satu pertanyaan yang sampai saat ini terus menggantung; mengapa pula perut saya begitu gampang menyesuaikan diri dengan makanan yang masuk? Tidak peduli sebanyak apa pun itu, selalu dapat ‘disempilkan’ diantara ruang-ruangnya? Luar biasa, memang! Ada yang bisa menjawab?
Labels: Dancer's Diet