Gadis Bongce*
Watch out! Spider-Man 3 attack!!! Tahu khan, Ke mall manapun kita pergi, setiap bioskop pasti tengah memutar film itu. Tak tanggung-tanggung… Banyak dari mereka bahkan memutarnya di beberapa studio sekaligus. Luarrrr biasa!!!
I watched that muvie in Singapore; midnite time, just a minute after a big fight with my friend, and was seated in first row… Perfecto!
Selain karena energinya sudah terpakai lebih dulu oleh marah-marah, matanya udah kriyep-kriyep ngantuk, lehernya pun pegaaaaaaaallllllll karena harus mendongak sepanjangan film.
Maka saya putuskan untuk menontonnya lagi di Jakarta (mumpung ada bioskop keren yang baru direnov di PS dan sedang memutar Spider-Man 3 di tiga theaternya). Tapi entah mengapa, kedatangan saya selalu terlambat dari waktu pemutaran filmnya. Hingga pada suatu hari, setelah sekian kali ‘kecele’ oleh jadwal (benar-benar tidak belajar dari pengalaman), saya dan teman saya, Mr. P, memutuskan untuk membeli tiket film lain. Judulnya 28 Weeks Later. Saya yang milih. Dengar-dengar ceritanya tentang virus mematikan yang menyerang sebuah kota. Karena Mr. P ada janji untuk bertemu seorang penyanyi-Indonesia-yang-hidup-di-negeri-Belanda-dan-sedang-konser-di-Jakarta, dan saya ada janji untuk ‘balinese massage’ di Plaza Arcadia, kami berpisah dan akan bertemu kembali di dalam bioskop.
Setelah menyelesaikan massage saya (yang ternyata pakai tenaga kuda itu), saya pun tiba dan masuk lebih dulu daripada Mr. P. bioskopnya tampak lengang dan sepi, sekalipun katanya teater yang saya masuki adalah yang terkecil dari 10 teater yang mereka miliki.
Disinilah saya mulai curiga, karena berbagai komersial film yang ditayangkan notabene adalah horror semua. … Memang begitulah, saya salah. 28 Weeks Later adalah film horror, genre yang paling saya hindari, apalagi bila harus mengonsumsinya di bioskop. Keterlambatan Mr. P, sound system yang menggelegar, sepinya penonton dan tidak adanya bantal untuk menutup telinga saya, sekali lagi, membuat saya merasa sangat merana di dalam sana.
Membaca review film itu perlu, apalagi bila anda BUKAN pecinta film horror, just like me.
Ps: 28 Weeks Later memang film tentang serangan virus, yang mengubah manusia menjadi zombie dengan segala perilakunya yang brutal.
I watched that muvie in Singapore; midnite time, just a minute after a big fight with my friend, and was seated in first row… Perfecto!
Selain karena energinya sudah terpakai lebih dulu oleh marah-marah, matanya udah kriyep-kriyep ngantuk, lehernya pun pegaaaaaaaallllllll karena harus mendongak sepanjangan film.
Maka saya putuskan untuk menontonnya lagi di Jakarta (mumpung ada bioskop keren yang baru direnov di PS dan sedang memutar Spider-Man 3 di tiga theaternya). Tapi entah mengapa, kedatangan saya selalu terlambat dari waktu pemutaran filmnya. Hingga pada suatu hari, setelah sekian kali ‘kecele’ oleh jadwal (benar-benar tidak belajar dari pengalaman), saya dan teman saya, Mr. P, memutuskan untuk membeli tiket film lain. Judulnya 28 Weeks Later. Saya yang milih. Dengar-dengar ceritanya tentang virus mematikan yang menyerang sebuah kota. Karena Mr. P ada janji untuk bertemu seorang penyanyi-Indonesia-yang-hidup-di-negeri-Belanda-dan-sedang-konser-di-Jakarta, dan saya ada janji untuk ‘balinese massage’ di Plaza Arcadia, kami berpisah dan akan bertemu kembali di dalam bioskop.
Setelah menyelesaikan massage saya (yang ternyata pakai tenaga kuda itu), saya pun tiba dan masuk lebih dulu daripada Mr. P. bioskopnya tampak lengang dan sepi, sekalipun katanya teater yang saya masuki adalah yang terkecil dari 10 teater yang mereka miliki.
Disinilah saya mulai curiga, karena berbagai komersial film yang ditayangkan notabene adalah horror semua. … Memang begitulah, saya salah. 28 Weeks Later adalah film horror, genre yang paling saya hindari, apalagi bila harus mengonsumsinya di bioskop. Keterlambatan Mr. P, sound system yang menggelegar, sepinya penonton dan tidak adanya bantal untuk menutup telinga saya, sekali lagi, membuat saya merasa sangat merana di dalam sana.
Membaca review film itu perlu, apalagi bila anda BUKAN pecinta film horror, just like me.
Ps: 28 Weeks Later memang film tentang serangan virus, yang mengubah manusia menjadi zombie dengan segala perilakunya yang brutal.
*Bongce: Bongo, Lolo, Benga, Dodol, Bodoh...
Labels: Dancer's Stupidity