Menghilang Ditelan Bumi
Saya bekerja sekurang-kurangnya 12 jam sehari, makan hanya dua kali sehari, dikejar-kejar puluhan orang untuk dimintai informasi, mengejar-ngejar puluhan manager artis untuk mendapatkan informasi, terpaksa meeting jam dua malam di tengah-tengah asap rokok dan berkaleng-kaleng bir, tak ada waktu untuk hangout, tak sempat berkencan, apalagi menulis blog. Saya sepenuhnya adalah milik kantor saya.
Begitu festival berakhir, saya langsung bertolak ke Bali untuk festival berikutnya. Untunglah hanya melibatkan beberapa band, sehingga saya masih punya waktu untuk berenang, main sepeda dan clubbing (dengan gank pentolan Jazz asal England yang ternyata, pada saat yang bersamaan beritanya masuk ke milis Universitas Indonesia, karena terlihat ‘ngamar’ bersama salah satu selebritis wanita yang seluruh anggota keluarganya sempat membuat berita sensasional dengan berenteng video tak senonoh, pengedaran narkoba, pas foto-tanpa baju tentunya dan penganiyaan terhadap wartawan. Kebetulan pula nama keluarganya sama dengan salah satu teroris terkemuka Indonesia). Ogh, ternyata ditengah-tengah pembelajaran yang serius, para mahasiswa UI kita tetap senang bergosip. I love this country!
Kepenatan itu seolah tak berakhir. Pulang ke Jakarta, ia bertambah 10 kali lipat. Kemunafikan, keiri hatian, sikap-sikap tak senonoh khas masyarakat Indonesia yang ‘ga bisa lihat orang senang, tapi pengen selalu kelihatan senang’, bagaikan awan hitam menggelayut di kantor saya. Sudah cukup. Saya lelah dan saya tidak ingin semakin lelah. Saya merasa hanya akan membuang waktu saya untuk sebuah ketidaknyamanan berbalut nama besar.
Jadi, kapten pun memutar haluannya. Tidak perlu sok-sokan menembus badai bila masih banyak arah lain yang menjanjikan. Mungkin sedikit memutar, mungkin akan bertemu badai lain, mungkin ada pusaran airnya, mungkin… mungkin… mungkin…
Tapi at least, saya tak menghilang ditelan bumi. Saya tetap eksis, saya tetap sexy! Haha… Hello, New World! Captain Syta coming…!